NASKAH DRAMA
Maaf, Ayah
Adegan 1
Pada suatu
halaman sekolah, duduklah seorang gadis mengenakan seragam sekolah termangu, ia
duduk pada suatu kursi di bawah pohon. Tatapan matanya kosong entah apa yang
dipikirkan, jika diamati dengan jelas terlihat kedua mata gadis itu menahan air
yang hendak menetes. Tidak berapa lama datanglah dua orang siswa, laki-laki dan
perempuan yang mendekati gadis itu perlan-lahan.
Agus dan Dewi :
“Ddduarrr,,,,hahahhaha.”(mengageti Asri yang sedang melamun)
Asri : “Aduhh,,
bener-bener kaget aku!.” (berbicara sambil mengelus-ngelus dada)
Agus : “Melamun aja,
mikirin apa sih?”
Dewi : “Iya, tumben
kamu duduk-duduk disini biasanya kan di kelas aja. Aku tau,,, pasti kamu
sebel banget kan dengerin cerita Santi di kelas, emang sombong banget tu anak.”
Asri : “Gag lagi mikirin apa-apa
kok, terus kalian sendiri kok tumben kesini ?”
Agus : “Kita tu lagi males
banget di kelas, dengerin orang sombong yang lagi cerita tentang ayahnya yang
meresmikan sebuah bendungan .”
Dewi : “Udah gitu
pakai pamer foto segala lagi, Kamu liat juga kan tadi! dasar cewek
sombong,,,huhuu”.
Asri : “Iya tadi aku liat.
Aku jadi iri ngeliatnya. ”
Agus : “Iya sih, ayahnya Santi emang seorang pejabat yang kaya banget. ”
Dewi : “Memangnya ayah kamu
kerja apa Asri ?. ”
Asri : “eee,,,eee,,,huff
Ayahku. ”
Tiba-tiba
bel berbunyi,,,tetetetteeeettt
Agus : “Bel udah bunyi tu, ayo kita ke kelas entar Pak guru udah masuk
duluan lagi. ”
Dewi : “Iya,,iya ayo
Asri! ”
Adegan 2
Ketika
bel pulang telah berbunyi, Asri melangkahkan kakinya dengan cepat, ia berharap agar
segera meninggalkan sekolahnya dan tidak bertemu dengan teman-temannya. Ini
semua karena kejadian di halaman sekolah tadi. Asri berjalan dengan
terseok-seok, wajahnya menggambarkan kesedihan, setelah jauh berjalan ia
memutuskan duduk pada sebuah kursi di pinggir jalan. Ia termangu beberapa saat,
lalu menangis. Tidak beberapa lama, datang seseorang laki-laki menghampirinya.
Guru :
“Asri, kamu kenapa? Kok menangis ? ”
Asri : “Gag kenapa-kenapa
kok Pak. ” (berbicara sambil menghapus air matanya)
Guru : “Kamu pasti
bohong, tadi Bapak liat kamu nangis, kamu cerita saja ke Bapak, siapa tau Bapak bisa bantu. ”
Asri :
“Sebenarnya saya lagi mikirin ayah saya Pak. ”
Guru : “Ada apa dengan ayah kamu?
Apakah dia sakit? ”
Asri : “Bukan Pak,
bukan.. ayah saya tidak sakit, tapi yang saya sedang pikirkan
adalah,,,,huufff(menarik nafas panjang dan menghembuskannya) tentang pekerjaan
ayah saya Pak. ”
Guru : “Ada apa dengan pekerjaan ayah
kamu? ”
Asri : “Bapak tau kan
kalau ayah saya seorang pedagan es keliling, saya,,saya malu akan hal itu,,
saya malu Pak tiap kali teman-teman becerita tentang keberhasilan ayah mereka,
meresmikan perusahaan, membeli hotel terkenal, atau menjadi pejabat Negara. Sedangkan
saya, saya gag bisa pak, Apa yang bisa saya banggakan dari seorang pedagang es
keliling gag ada kan. ”
Guru : “Asri, kamu gag
boleh begitu, itu perbuatan yang jelek, biar cuma pedagang es, dia tetep Ayah
kamu. ”
Asri : “Iya Pak, saya
tau! saya bukan malu dengan Ayah saya, tapi pekerjaannya Pak yang bikin saya
malu. ”
Guru : “Ya udah,
sebaiknya kita pulang, hari sudah siang nanti bapakmu bingung mencari Kamu.. mau bapak antar
pulang? ”
Asri : “Gag usah Pak, saya
bisa pulang sendiri. ”
Guru : “Kalau begitu Bapak
duluan ya, langsung pulang jangan mampir-mampir seperti ini lagi. ”
Asri : “Iya Pak”
Adegan 3
Sesampainya di rumah Asri
duduk di teras rumahnya, masih dengan wajah yang tidak sedap dilihat. Ia masih
memikirkan pekerjaan ayahnya yang memalukan baginya. Tidak
berapa lama datanglah ayahnya.
Ayah : “Kok agak telat
pulangnya Nak, mampir kemana tadi ? ”
Asri : “Yah, Ayah bisa tidak cari
pekerjaan lain selain jualan es. Ayah ngelamar jadi karyawan di perusahaan mana
gitu, pokonya jangan jadi pedagang es. ”
Ayah : “Kenapa kamu berbicara
seperti itu Nak ? Apa kamu malu dengan Ayahmu sendiri. ”
Asri : “Bukan, Asri bukan
malu dengan Ayah tapi pekerjaan Ayah. Jadi, Ayah cari pekerjaan lain ya ?
”
Ayah : “Tapi Ayah gag bisa
nak. ”
Asri : “Apapun alasannya, Aku
nggak mau tahu. ”
Ayah : “Meskipun kita harus
tidak makan?”
Asri : “Kalau begitu aku
besok akan berhenti sekolah.”
Ayah : “Mengapa Nak?.”
Asri : “Untuk cari makan sendiri.”
Ayah : “Bukan begitu Nak.”
Asri : “Pokoknya Asri tidak
mau tahu, pilih Asri berhenti sekolah atau Ayah cari pekerjaan lain.”
Ayah : “Asri kan tau Ayah
tidak punya keahlian apa-apa, sejak Ibumu masih hidup Ayah sudah menjalani
pekerjaan ini 20 tahun As!”
Asri : “Hasilnya … hanya
begini-begini saja kan?”
Ayah : “Bagi Ayah kamu dapat
sekolah dan jadi anak yang sholehah itu sudah cukup.”
Asri : “Enak si Shanti.
Ayahnya pejabat dan dihormati di mana-mana, dia dengan bangga dapat menunjukkan
foto ayahnya yang sedang meresmikan sebuah bendungan.”
Ayah : “Terserah pendapatmu,
biarlah ayah dengan pendirian ayah sendiri, bagi Ayah, yang penting pekerjaan
itu halal dan dapat digunakan untuk menyekolahkan kamu As! Ayah mau sembahyang
dulu, kamu juga belum sembahyang kan?” (Ayah Asri
masuk. Asri melemparkan tasnya dengan kesal lalu masuk mengikuti ayahnya)
Adegan 4
Kelas
sedikit gaduh, tampak beberapa siswa duduk di kelas. Pelajaran memang belum
dimulai, Siswa-siswa berebutan memegang koran dan menunjuk foto dalam koran. Asri
masuk kelas dan sedikit terkejut melihat temannya berebut baca koran.
Dewi :
“Nggak nyangka ya ternyata mobil mewah itu!”
Agus :
“Iya ya… nggak nyangka.”
Asri : “Ada apa ini?.”
Dewi : “Itu..tuh ratu kelas kita…
ternyata bokapnya!”
Asri : “Kenapa?”
Dewi : “Baca koran ini!”
Asri : (menyahut koran yang di
pegang Dewi) “Kasihan Shanti!”
Guru : “Sudah masuk anak-anak, Segera
bersiap!.”(Ketua kelas memimpin berdoa)
Guru : “Bapak tahu, apa yang kalian
ributkan hari ini.”
Agus : “Iya Pak…! Sekarang kita punya
teman anak seorang koruptor!”
Guru : “Tidak boleh begitu Gus! Kita tidak
boleh memvonis apa-apa terhadap Shanti. Anak tidak pernah minta dilahirkan dari
orangtua yang bekerja sebagai apa pun.”
Dewi : “Tapi dia terlalu membangga-banggakan
sebagai anak pejabat, Pak.”
Guru : “Kita jangan
pernah memandang anak siapa teman kita, pandanglah bagaimana perilaku dan
prestasi teman kita itu. (mata Pak guru melirik Asri) Asri menunduk.”
Guru : “Sekarang kita
mulai pelajaran Bahasa Indonesia. Buatlah puisi tentang seseorang yang kamu
kagumi! (kelas hening sejenak, guru berjalan mengelilingi siswanya yang sedang
membuat puisi)”
Guru : “Yang sudah
selesai, siapa yang sudah selesai? Ayo bacakan di depan kelas! Ada yang berani?.”
Agus : Saya Pak! (Agus
membaca puisi di depan kelas)
IBUKU
Ibuku Pahlawanku
Malam buta kau terjaga
Membawa bakul tua
Menjadi penjaja sayuran
Meski bukan pilihan
Kau mantap
menatap masa depan
Ibuku …………….!
Bagiku kau adalah pahlawan
Malam buta kau terjaga
Membawa bakul tua
Menjadi penjaja sayuran
Meski bukan pilihan
Kau mantap
menatap masa depan
Ibuku …………….!
Bagiku kau adalah pahlawan
Guru : “Bagus, seorang bakul juga pahlawan, siapa lagi yang sudah selesai?.”
Asri : “Saya ingin
mencoba pak!.” (Asri berjalan pelan ke depan kelas kemudian membaca puisi)
Gerobakmu mengoyak sepi
semua gang kau susuri
Tak peduli
orang yang penuh harga diri
menatapnya dengan risih
demi cita yang terpatri
dia yakin Tuhan selalu
menemani
semua gang kau susuri
Tak peduli
orang yang penuh harga diri
menatapnya dengan risih
demi cita yang terpatri
dia yakin Tuhan selalu
menemani
Guru : “Puisimu belum diberi judul As? Apa judulnya?”
Asri : “Ayahku.”(jawabnya mantap)
Agus : “Hebat! Ternyata seorang
penjual es keliling bisa mendidik anaknya selalu juara kelas.” (terdengar bel
istirahat berbunyi)
Guru : “Puisi yang lain
kita bacakan pada pelajaran berikutnya ya, kita istirahat dulu.”
Kelas : ”Hoore !” (semua
anak-anak berhamburan keluar)
Adegan 5
Pada siang hari di tengah jalan raya
yang tak begitu ramai, tampaklah seorang pedagang es yang tengah menjajakan es jualannya. Pedagang es itu adalah ayah Asri. Ia tampak
bersedih. Tidak berapa lama
terdengar suara seorang perempuan yang memanggil-manggilnya.
Asri :
“Ayah,,,Ayah,,,.”(berteriak-teriak sambil berlari-lari menuju ke ayahnya)
Ayah :
“Ada apa As? Mengapa kamu tidak langsung pulang ke Rumah saja?”
Asri :
(Asri menunduk, dan berbicara perlahan) “Maafkan aku
Ayah.”
Ayah : “Maaf untuk apa Nak?”
Asri : ”Maaf atas
permintaan Asri yang sungguh aneh agar Ayah mencari pekerjaan lain. Asri
sungguh sangat egois, maafkan Asri Yah.”
Ayah : “Iya Anakku, Ayah
sudah maafkan, Ayah harap kamu tidak akan mengulanginya lagi. Memang pekerjaan Ayah pekerjaan kecil namun bagi Ayah yang penting
halal dan mampu mencukupi kebutuhan kita sehari-hari saja sudah cukup.”
Asri : “Iya Ayah, Asri juga berpikir
seperti itu sekarang.”
Ayah : “Ya udah sekarang lebih baik
kamu pulang saja ya?”
Asri : “Tidak Ayah, Asri mau bantuin
Ayah jualan aja.”
Ayah : “Ayo kalau begitu..”
Ayah dan Asri : “Es,,,Es,,,Esnya
Pak, 1000 saja!”
Sejak saat itu Asri selalu Bangga
dengan Ayahnya, dan ia telah berjanji tidak akan pernah mengulangi kesalahannya
kembali.
END
0 komentar:
Posting Komentar