Sabtu, 06 Oktober 2012



NASKAH DRAMA
Maaf, Ayah

Adegan 1
Pada suatu halaman sekolah, duduklah seorang gadis mengenakan seragam sekolah termangu, ia duduk pada suatu kursi di bawah pohon. Tatapan matanya kosong entah apa yang dipikirkan, jika diamati dengan jelas terlihat kedua mata gadis itu menahan air yang hendak menetes. Tidak berapa lama datanglah dua orang siswa, laki-laki dan perempuan yang mendekati gadis itu perlan-lahan.
Agus dan Dewi  : “Ddduarrr,,,,hahahhaha.”(mengageti Asri yang sedang melamun)
Asri                    : “Aduhh,, bener-bener kaget aku!.” (berbicara sambil mengelus-ngelus dada)
Agus                   : “Melamun aja, mikirin apa sih?”
Dewi                  : “Iya, tumben kamu duduk-duduk disini biasanya kan di kelas aja. Aku tau,,, pasti kamu sebel banget kan dengerin cerita Santi di kelas, emang sombong banget tu anak.
Asri                    Gag lagi mikirin apa-apa kok, terus kalian sendiri kok tumben kesini ?
Agus                   : Kita tu lagi males banget di kelas, dengerin orang sombong yang lagi cerita tentang ayahnya yang meresmikan sebuah bendungan .
Dewi                  : “Udah gitu pakai pamer foto segala lagi, Kamu liat juga kan tadi! dasar cewek sombong,,,huhuu”.
Asri                    : Iya tadi aku liat. Aku jadi iri ngeliatnya.
Agus                   : Iya sih, ayahnya  Santi emang seorang pejabat yang kaya banget.
Dewi                  : Memangnya ayah kamu kerja apa Asri ?.
Asri                    : eee,,,eee,,,huff Ayahku.
            Tiba-tiba bel berbunyi,,,tetetetteeeettt
Agus                   : Bel udah bunyi tu, ayo kita ke kelas entar Pak guru udah masuk duluan lagi.
Dewi                  : “Iya,,iya ayo Asri! ”

Adegan 2
Ketika bel pulang telah berbunyi, Asri melangkahkan kakinya dengan cepat, ia berharap agar segera meninggalkan sekolahnya dan tidak bertemu dengan teman-temannya. Ini semua karena kejadian di halaman sekolah tadi. Asri berjalan dengan terseok-seok, wajahnya menggambarkan kesedihan, setelah jauh berjalan ia memutuskan duduk pada sebuah kursi di pinggir jalan. Ia termangu beberapa saat, lalu menangis. Tidak beberapa lama, datang seseorang laki-laki menghampirinya.
Guru                : “Asri, kamu kenapa? Kok menangis ? ”
Asri                 : “Gag kenapa-kenapa kok Pak. ” (berbicara sambil menghapus air matanya) 
Guru                : “Kamu pasti bohong, tadi Bapak liat kamu nangis, kamu cerita saja ke       Bapak, siapa tau Bapak bisa bantu. ”
Asri                 : “Sebenarnya saya lagi mikirin ayah saya Pak. ”
Guru                : “Ada apa dengan ayah kamu? Apakah dia sakit? ”
Asri                 : “Bukan Pak, bukan.. ayah saya tidak sakit, tapi yang saya sedang pikirkan adalah,,,,huufff(menarik nafas panjang dan menghembuskannya) tentang pekerjaan ayah saya Pak. ”
Guru                : “Ada apa dengan pekerjaan ayah kamu? ”
Asri                 : “Bapak tau kan kalau ayah saya seorang pedagan es keliling, saya,,saya malu akan hal itu,, saya malu Pak tiap kali teman-teman becerita tentang keberhasilan ayah mereka, meresmikan perusahaan, membeli hotel terkenal, atau menjadi pejabat Negara. Sedangkan saya, saya gag bisa pak, Apa yang bisa saya banggakan dari seorang pedagang es keliling gag ada kan. ”
Guru                : “Asri, kamu gag boleh begitu, itu perbuatan yang jelek, biar cuma pedagang es, dia tetep Ayah kamu. ”
Asri                 : “Iya Pak, saya tau! saya bukan malu dengan Ayah saya, tapi pekerjaannya Pak yang bikin saya malu. ”
Guru                : “Ya udah, sebaiknya kita pulang, hari sudah siang nanti bapakmu bingung mencari Kamu.. mau bapak antar pulang?
Asri                 : Gag usah Pak, saya bisa pulang sendiri.
Guru                : Kalau begitu Bapak duluan ya, langsung pulang jangan mampir-mampir seperti ini lagi.
Asri                 : Iya Pak

Adegan 3
Sesampainya di rumah Asri duduk di teras rumahnya, masih dengan wajah yang tidak sedap dilihat. Ia masih memikirkan pekerjaan ayahnya yang memalukan baginya. Tidak berapa lama datanglah ayahnya.
Ayah               : Kok agak telat pulangnya Nak, mampir kemana tadi ?
Asri                 : Yah, Ayah bisa tidak cari pekerjaan lain selain jualan es. Ayah ngelamar jadi karyawan di perusahaan mana gitu, pokonya jangan jadi pedagang es. ”
Ayah               : Kenapa kamu berbicara seperti itu Nak ? Apa kamu malu dengan Ayahmu sendiri.
Asri                 : Bukan, Asri bukan malu dengan Ayah tapi pekerjaan Ayah. Jadi, Ayah cari pekerjaan lain ya ? ”
Ayah                : Tapi Ayah gag bisa nak. ”
Asri                 : Apapun alasannya, Aku nggak mau tahu. ”
Ayah               : Meskipun kita harus tidak makan?”
Asri                 : Kalau begitu aku besok akan berhenti sekolah.”
Ayah               : Mengapa Nak?.”
Asri                 :  Untuk cari makan sendiri.”
Ayah               : Bukan begitu Nak.”
Asri                 : Pokoknya Asri tidak mau tahu, pilih Asri berhenti sekolah atau Ayah cari pekerjaan lain.”
Ayah               : Asri kan tau Ayah tidak punya keahlian apa-apa, sejak Ibumu masih hidup Ayah sudah menjalani pekerjaan ini 20 tahun As!”
Asri                 : Hasilnya … hanya begini-begini saja kan?”
Ayah               : Bagi Ayah kamu dapat sekolah dan jadi anak yang sholehah itu sudah cukup.”
Asri                 : Enak si Shanti. Ayahnya pejabat dan dihormati di mana-mana, dia dengan bangga dapat menunjukkan foto ayahnya yang sedang meresmikan sebuah bendungan.”
Ayah               : Terserah pendapatmu, biarlah ayah dengan pendirian ayah sendiri, bagi Ayah, yang penting pekerjaan itu halal dan dapat digunakan untuk menyekolahkan kamu As! Ayah mau sembahyang dulu, kamu juga belum sembahyang kan?” (Ayah Asri masuk. Asri melemparkan tasnya dengan kesal lalu masuk mengikuti ayahnya)

Adegan 4
Kelas sedikit gaduh, tampak beberapa siswa duduk di kelas. Pelajaran memang belum dimulai, Siswa-siswa berebutan memegang koran dan menunjuk foto dalam koran. Asri masuk kelas dan sedikit terkejut melihat temannya berebut baca koran.
Dewi               : “Nggak nyangka ya ternyata mobil mewah itu!”
Agus                : “Iya ya… nggak nyangka.”
Asri                 : “Ada apa ini?.”
Dewi               : “Itu..tuh ratu kelas kita… ternyata bokapnya!”
Asri                 : “Kenapa?”
Dewi               : “Baca koran ini!”
Asri                 : (menyahut koran yang di pegang Dewi)  “Kasihan Shanti!”
Guru                : “Sudah masuk anak-anak, Segera bersiap!.”(Ketua kelas memimpin berdoa)
Guru                : “Bapak tahu, apa yang kalian ributkan hari ini.”
Agus                : “Iya Pak…! Sekarang kita punya teman anak seorang koruptor!”
Guru                : “Tidak boleh begitu Gus! Kita tidak boleh memvonis apa-apa terhadap Shanti. Anak tidak pernah minta dilahirkan dari orangtua yang bekerja sebagai apa pun.”
Dewi               : “Tapi dia terlalu membangga-banggakan sebagai anak pejabat, Pak.”
Guru                : “Kita jangan pernah memandang anak siapa teman kita, pandanglah bagaimana perilaku dan prestasi teman kita itu. (mata Pak guru melirik Asri) Asri menunduk.”
Guru                : “Sekarang kita mulai pelajaran Bahasa Indonesia. Buatlah puisi tentang seseorang yang kamu kagumi! (kelas hening sejenak, guru berjalan mengelilingi siswanya yang sedang membuat puisi)”
Guru                : “Yang sudah selesai, siapa yang sudah selesai? Ayo bacakan di depan kelas! Ada yang berani?.”
Agus                : Saya Pak! (Agus membaca puisi di depan kelas)

IBUKU
Ibuku Pahlawanku
Malam buta kau terjaga
Membawa bakul tua
Menjadi penjaja sayuran
Meski bukan pilihan
Kau mantap
menatap masa d
epan
Ibuku …………….!
Bagiku kau adalah pahlawan

Guru                : “Bagus, seorang bakul juga pahlawan, siapa lagi yang sudah selesai?.”
Asri                 : “Saya ingin mencoba pak!.” (Asri berjalan pelan ke depan kelas kemudian membaca puisi)

Gerobakmu mengoyak sepi
semua gang kau susuri
Tak peduli
orang yang penuh harga diri
menatapnya dengan risih
demi cita yang terpatri
dia yakin Tuhan selalu
menemani

Guru                : “Puisimu belum diberi judul As? Apa judulnya?”
Asri                 : “Ayahku.”(jawabnya mantap)
Agus                : “Hebat! Ternyata seorang penjual es keliling bisa mendidik anaknya selalu juara kelas.” (terdengar bel istirahat berbunyi)
Guru                : “Puisi yang lain kita bacakan pada pelajaran berikutnya ya, kita istirahat dulu.”
Kelas               : ”Hoore !” (semua anak-anak berhamburan keluar)

Adegan 5
            Pada siang hari di tengah jalan raya yang tak begitu ramai, tampaklah seorang pedagang es yang tengah menjajakan es jualannya. Pedagang es itu adalah ayah Asri. Ia tampak bersedih. Tidak berapa lama terdengar suara seorang perempuan yang memanggil-manggilnya.
Asri                 : “Ayah,,,Ayah,,,.”(berteriak-teriak sambil berlari-lari menuju ke ayahnya)
Ayah               : “Ada apa As? Mengapa kamu tidak langsung pulang ke Rumah saja?”
Asri                 : (Asri menunduk, dan berbicara perlahan) “Maafkan aku Ayah.”
Ayah               : “Maaf untuk apa Nak?”
Asri                 : ”Maaf atas permintaan Asri yang sungguh aneh agar Ayah mencari pekerjaan lain. Asri sungguh sangat egois, maafkan Asri Yah.”
Ayah               : “Iya Anakku, Ayah sudah maafkan, Ayah harap kamu tidak akan mengulanginya lagi. Memang pekerjaan Ayah pekerjaan kecil namun bagi Ayah yang penting halal dan mampu mencukupi kebutuhan kita sehari-hari saja sudah cukup.”
Asri                 : “Iya Ayah, Asri juga berpikir seperti itu sekarang.”
Ayah               : “Ya udah sekarang lebih baik kamu pulang saja ya?”
Asri                 : “Tidak Ayah, Asri mau bantuin Ayah jualan aja.”
Ayah               : “Ayo kalau begitu..”
Ayah dan Asri : “Es,,,Es,,,Esnya Pak, 1000 saja!”
            Sejak saat itu Asri selalu Bangga dengan Ayahnya, dan ia telah berjanji tidak akan pernah mengulangi kesalahannya kembali.


END

0 komentar: