Rabu, 21 November 2012


SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
Salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabat nya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah mengesahkan UU. No.40 tahun 2004 tentang SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN).
Asas, Tujuan dan Prinsip SJSN
v    Asas
·         Asas kemanusiaan
·         Asas manfaat
·         Asas keadilan sosial
v    Tujuan
Untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak
v    Prinsip SJSN
·         Asuransi
·         Kegotongroyongan
·         Nirlaba
·         Keterbukaan
·         keberhati-hatian
·         akuntabilitas dan probabilitas
·         kepesertaan bersifat wajib
·         dana amanat dan hasil pengelolaan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya kepentingan peserta.
·         Suatu cara kegotongroyongan yang terorganisasikan dengan memberikan santunan/pertolongan pada sesama yang meng-iur.
Dengan iuran yang dibayar secara rutin akan mendapatkan manfaat:
  • Meringankan beban biaya ketika sakit (jaminan kesehatan) atau mengalami kecelakaan kerja (jaminan kecelakaan kerja).
  • Menerima sejumlah uang tunai ketika memasuki usia pensiun/hari tua (jaminan hari tua).
  • Menerima sejumlah uang bulanan seumur hidupnya ketika menjalani pensiun (jaminan pensiun).
  • Ahli waris menerima sejumlah uang ketika peserta meninggal dunia (jaminan kematian).
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) harus segera diimplementasikan. Kendala utama pelaksanaan UU 40/2004 tentang SJSN, yakni pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), harus direspons Presiden SBY agar pemberian jaminan sosial bagi seluruh rakyat bisa secepatnya dimulai. Apabila bisa dilaksanakan dalam waktu dekat, SJSN diyakini mampu menjangkau seluruh rakyat dalam waktu maksimal 5 tahun.
Pada tahun pertama, SJSN diharapkan melayani sekitar 140 juta penduduk, terdiri dari kelompok masyarakat miskin, PNS, TNI, Polri, dan pensiunan berserta keluarga, serta pegawai swasta dan keluarga yang telah mengikuti asuransi yang dikelola swasta. Pemerintah melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) telah melayani 76 juta penduduk miskin. Kemudian, 15 juta PNS dan pensiunan serta 2,5 juta TNI, Polri, purnawirawan beserta keluarga dilayani PT Askes dan Asabri. Selain itu, sekitar 50 juta pegawai swasta beserta keluarga dilayani Jamsostek dan asuransi swasta.
Selanjutnya, pemerintah mulai memperluas SJSN kepada pekerja di sektor formal yang belum dilayani PT Askes atau perusahaan asuransi swasta lainnya. Perusahaan dan pekerja diwajibkan membayar iuran antara Rp 12.500 sampai Rp 35.000 per bulan. Sedangkan untuk pekerja di sektor informal, pemerintah bisa menjalin kerja sama dengan koperasi dan lembaga lainnya untuk memungut iuran.
BPJS Salah satu persoalan yang kini menghambat pelaksanaan SJSN adalah pembentukan BPJS yang harus diatur dalam undang-undang tersendiri. Sayangnya sampai saat ini RUU BPJS belum juga selesai dibahas karena ada tarik menarik kepentingan. Terkait empat BUMN yang diharapkan menjadi cikal bakal BPJS, yakni PT Jamsostek, Askes, Asabri, dan Taspen, justru menjadi batu sandungan untuk melaksanakan SJSN secara maksimal. Masing-masing BUMN memiliki keinginan berjalan sendiri-sendiri, sehingga tidak menginginkan BPJS tunggal. Namun, DPR terus mendorong konsep BPJS tunggal. BPJS tunggal memiliki lebih banyak kelebihan, terutama dalam hal proses, prosedur, dan mekanisme pelayanan kepada peserta. Selain itu, program jaminan sosial akan berada dalam satu koordinasi, dana yang terkumpul lebih besar, sementara biaya operasional lebih efisien.
Diperlukan kepemimpinan yang kuat untuk melaksanakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), karena kompleksnya permasalahan dan besarnya dampak pada sistem keuangan negara dan potensi munculnya pro-kontra pada masyarakat. Pelaksanaan SJSN sebenarnya di atur oleh pemerintah yang menjalankan amanat rakyat (uud) dan rakyat.
Pada cakupan kepesertaan, semula jaminan kesehatan hanya dinikmati oleh Pegawai Negeri Sipili (PNS), TNI, Polri, masyarakat miskin tak mampu melalui Jamkesmas dan pekerja swasta, maka ke depan semua kelompok masyarakat akan menikmati jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan paling lambat pada 1 Januari 2014. 
Pemerintah akan menanggung iuran warga miskin, sedangkan pekerja dan pemberi kerjamembayar iuran sendiri. Pro-kontra yang muncul adalah besaran iuran dan menentukan batas miskin dan tak mampu suatu kelompok masyarakat. Besaran kelompok ini akan menentukan biaya yang dikeluarkan pemerintah melalui APBN setiap tahunnya. DJSN sudah mengusulkan besaran bantuan iuran senilai Rp27.000 per orang. Sementara pada program jaminan sosial bagi pekerja akan mengalami transformasi, yakni jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang selama ini diselenggarakan PT Jamsostek akan bermigrasi ke BPJS Kesehatan. 
Yang dikhawatirkan oleh pekerja adalah mereka tidak mendapat kualitas pelayanan yang sama dengan besaran iuran Rp19.000 per bulan, sementara iuran Jaminan Kesehatan nasional Rp27.000. Perbedaan itu ada pada pelayanan kesehatan untuk penyakit HIV/AIDS yang tidak ditanggung PT Askes saat ini.
Kontroversi yang berpotensi muncul juga pada pelaksanaan program Jaminan Pensiun yang saat ini masih sangat sedikit dinikmati oleh pekerja swasta. Jaminan Pensiun direspons positif banyak kalangan pekerja. Namun, potensi tarik menarik akan sangat besar jika tidak dilakukan penyelarasan peraturan perundangan yang akan menjadi acuan pelaksanaannya. Saat ini terdapat sejumlah peraturan perundangan yang mengatur program pensiun dan program sejenis yang bisa diasosiasikan sebagai pengganti program pensiun, seperti jaminan hari tua dan pesangon. Peraturan perundangan itu adalah UU Ketenagakerjaan, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU BPJS, UU Dana Pensiun, dan UU Ketenagakerjaan. 
Pengusaha menyatakan mereka tidak ingin membayar iuran untuk program yang relatif sama. Pengusaha juga meminta agar dilakukan persamaan persepsi tentang program-program tersebut agar tidak ada yang dirugikan.  diperlukan kepemimpinan yang kuat untuk mewujudkan SJSN karena banyaknya pemangku kepentingan dan masifnya dampak program pada struktur sosial negara. Karena bagaimanapun pelaksanaan SJSN berdampak pada anggaran, pasar kerja, dan ekonomi makro negara.