SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
Salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
agar setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabat nya menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah mengesahkan UU. No.40
tahun 2004 tentang SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN).
Asas, Tujuan dan Prinsip SJSN
v
Asas
·
Asas kemanusiaan
·
Asas manfaat
·
Asas keadilan sosial
v
Tujuan
Untuk
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak
v
Prinsip SJSN
·
Asuransi
·
Kegotongroyongan
·
Nirlaba
·
Keterbukaan
·
keberhati-hatian
·
akuntabilitas dan probabilitas
·
kepesertaan bersifat wajib
·
dana amanat dan hasil pengelolaan seluruhnya untuk pengembangan program
dan sebesar-besarnya kepentingan peserta.
·
Suatu cara kegotongroyongan yang terorganisasikan dengan memberikan
santunan/pertolongan pada sesama yang meng-iur.
Dengan iuran yang dibayar secara rutin akan mendapatkan manfaat:
- Meringankan beban biaya ketika sakit (jaminan kesehatan) atau
mengalami kecelakaan kerja (jaminan kecelakaan kerja).
- Menerima sejumlah uang tunai ketika memasuki usia pensiun/hari tua
(jaminan hari tua).
- Menerima sejumlah uang bulanan seumur hidupnya ketika menjalani pensiun
(jaminan pensiun).
- Ahli waris menerima sejumlah uang ketika peserta meninggal dunia
(jaminan kematian).
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) harus segera diimplementasikan.
Kendala utama pelaksanaan UU 40/2004 tentang SJSN, yakni pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), harus direspons Presiden SBY agar
pemberian jaminan sosial bagi seluruh rakyat bisa secepatnya dimulai. Apabila
bisa dilaksanakan dalam waktu dekat, SJSN diyakini mampu menjangkau seluruh
rakyat dalam waktu maksimal 5 tahun.
Pada tahun pertama, SJSN diharapkan melayani sekitar 140 juta penduduk,
terdiri dari kelompok masyarakat miskin, PNS, TNI, Polri, dan pensiunan
berserta keluarga, serta pegawai swasta dan keluarga yang telah mengikuti
asuransi yang dikelola swasta. Pemerintah melalui program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) telah melayani 76 juta penduduk miskin. Kemudian, 15
juta PNS dan pensiunan serta 2,5 juta TNI, Polri, purnawirawan beserta keluarga
dilayani PT Askes dan Asabri. Selain itu, sekitar 50 juta pegawai swasta
beserta keluarga dilayani Jamsostek dan asuransi swasta.
Selanjutnya,
pemerintah mulai memperluas SJSN kepada pekerja di sektor formal yang belum
dilayani PT Askes atau perusahaan asuransi swasta lainnya. Perusahaan dan
pekerja diwajibkan membayar iuran antara Rp 12.500 sampai Rp 35.000 per bulan.
Sedangkan untuk pekerja di sektor informal, pemerintah bisa menjalin kerja sama
dengan koperasi dan lembaga lainnya untuk memungut iuran.
BPJS Salah
satu persoalan yang kini menghambat pelaksanaan SJSN adalah pembentukan BPJS
yang harus diatur dalam undang-undang tersendiri. Sayangnya sampai saat ini RUU
BPJS belum juga selesai dibahas karena ada tarik menarik kepentingan. Terkait empat
BUMN yang diharapkan menjadi cikal bakal BPJS, yakni PT Jamsostek, Askes,
Asabri, dan Taspen, justru menjadi batu sandungan untuk melaksanakan SJSN
secara maksimal. Masing-masing BUMN memiliki keinginan berjalan
sendiri-sendiri, sehingga tidak menginginkan BPJS tunggal. Namun, DPR terus
mendorong konsep BPJS tunggal. BPJS tunggal memiliki lebih banyak kelebihan,
terutama dalam hal proses, prosedur, dan mekanisme pelayanan kepada peserta.
Selain itu, program jaminan sosial akan berada dalam satu koordinasi, dana yang
terkumpul lebih besar, sementara biaya operasional lebih efisien.
Diperlukan kepemimpinan yang kuat untuk melaksanakan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), karena kompleksnya permasalahan dan besarnya dampak
pada sistem keuangan negara dan potensi munculnya pro-kontra pada masyarakat. Pelaksanaan SJSN sebenarnya di atur oleh pemerintah
yang menjalankan amanat rakyat (uud) dan rakyat.
Pada
cakupan kepesertaan, semula jaminan kesehatan hanya dinikmati oleh Pegawai
Negeri Sipili (PNS), TNI, Polri, masyarakat miskin tak mampu melalui Jamkesmas
dan pekerja swasta, maka ke depan semua kelompok masyarakat akan menikmati
jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan paling lambat pada 1 Januari 2014.
Pemerintah akan menanggung iuran warga miskin,
sedangkan pekerja dan pemberi kerjamembayar iuran sendiri. Pro-kontra yang muncul adalah besaran iuran
dan menentukan batas miskin dan tak mampu suatu kelompok masyarakat. Besaran
kelompok ini akan menentukan biaya yang dikeluarkan pemerintah melalui APBN
setiap tahunnya. DJSN sudah mengusulkan besaran bantuan iuran senilai Rp27.000
per orang. Sementara pada program jaminan sosial bagi pekerja akan mengalami
transformasi, yakni jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang selama ini
diselenggarakan PT Jamsostek akan bermigrasi ke BPJS Kesehatan.
Yang dikhawatirkan oleh pekerja adalah mereka tidak mendapat kualitas pelayanan yang
sama dengan besaran iuran Rp19.000 per bulan, sementara iuran Jaminan Kesehatan
nasional Rp27.000. Perbedaan itu ada pada pelayanan kesehatan untuk penyakit
HIV/AIDS yang tidak ditanggung PT Askes saat ini.
Kontroversi yang berpotensi muncul juga pada pelaksanaan program Jaminan
Pensiun yang saat ini masih sangat sedikit dinikmati oleh pekerja swasta. Jaminan Pensiun direspons positif banyak
kalangan pekerja. Namun, potensi tarik menarik akan sangat besar jika tidak
dilakukan penyelarasan peraturan perundangan yang akan menjadi acuan
pelaksanaannya. Saat ini terdapat
sejumlah peraturan perundangan yang mengatur program pensiun dan program
sejenis yang bisa diasosiasikan sebagai pengganti program pensiun, seperti
jaminan hari tua dan pesangon. Peraturan perundangan itu adalah UU Ketenagakerjaan, UU Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), UU BPJS, UU Dana Pensiun, dan UU Ketenagakerjaan.
Pengusaha
menyatakan mereka tidak ingin membayar iuran untuk program yang relatif sama.
Pengusaha juga meminta agar dilakukan persamaan persepsi tentang
program-program tersebut agar tidak ada yang dirugikan. diperlukan kepemimpinan yang kuat untuk mewujudkan SJSN karena banyaknya
pemangku kepentingan dan masifnya dampak program pada struktur sosial negara. Karena
bagaimanapun pelaksanaan
SJSN berdampak pada anggaran, pasar kerja, dan ekonomi makro negara.